Jakarta - Penggunaan Biosaka dalam praktek budidaya tanaman harus selalu didasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan minimal tumbuhan akan unsur hara. Tentunya, pemberian Biosaka tidak bisa berdiri sendiri, harus diimbangi pemberian pupuk organik dan/atau anorganik, agar keberlanjutan ketersediaan hara di dalam tanah selalu terjaga.
Rekomendasi tersebut dikemukakan Dr Ir Arief Hartono MSc Agr, salah satu dari 10 anggota Tim Kajian Biosaka Institut Pertanian Bogor [IPB] yang diketuai oleh Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc setelah melakukan kajian lapangan pada tiga kabupaten meliputi Karawang, Klaten dan Blitar pada medio Februari dan awal Maret 2023.
"Biosaka merupakan cairan ekstrak tumbuhan yang mengandung fitohormon dalam kadar rendah dan metabolit sekunder yang bervariasi bergantung jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan Biosaka, karena itu, Biosaka lebih tepat disebut sebagai pemacu pertumbuhan tanaman." kata Dr Ir Arief Hartono MSc Agr.
Hal itu dia kemukakan pada webinar bertajuk "Pandangan HITI dan Tim IPB tentang Biosaka" yang dihadiri Ketua Himpunan Ilmu Tanah Indonesia [HITI] Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc dan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN] Dr Ir I Wayan Suastika di Jakarta pada Jumat [9/6].
Upaya kajian tersebut sejalan arahan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa peningkatan produksi pertanian merupakan bentuk akselerasi menghadapi tantangan global.
"Untuk terus memperkuat stok pangan khususnya beras yang merupakan kebutuhan pokok dalam negeri, bahkan dibutuhkan di seluruh dunia," katanya.
Dr Ir Arief Hartono MSc Agr menambahkan efek positif Biosaka yang selama ini diklaim sebagai elisitor yang dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi serangan hama penyakit tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik harus dilihat secara hati-hati.
"Mungkin saja efek ini terlihat karena petani menurunkan dosis pupuk dari zona toksik ke zona normal atau zona kecukupan yang diperlukan oleh tanaman," katanya lagi.
Menurutnya, Tim Kajian Biosaka IPB menilai Biosaka mungkin dapat memberi efek psikologis ke petani ketika harus menurunkan dosis pupuk kebiasaan yang berlebihan ke dosis rekomendasi, sehingga petani akan merasa aman menerapkan dosis pupuk yang sesuai kebutuhan tanaman ketika dibarengi aplikasi Biosaka.
Uji efikasi di lapang maupun uji laboratorium terhadap Biosaka yang dilakukan dengan menerapkan metode pengujian dan percobaan yang benar dan sesuai kaidah ilmiah perlu dilakukan.
"Tujuannya, untuk membuktikan klaim manfaat Biosaka dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, efisiensi penggunaan pupuk anorganik, dan efektivitas pengendalian hama dan penyakit tanaman," kata Dr Ir Arief Hartono MSc Agr.
Terkait klaim tentang Biosaka dapat mengurangi serangan hama penyakit, katanya lagi, hal itu juga diragukan oleh Tim Kajian Biosaka IPB.
"Klaim tersebut masih terlalu dini, karena tidak ada data hasil pengamatan terhadap perbedaan serangan hama dan penyakit antara tanaman yang mendapat Biosaka dan tanaman yang tidak mendapat perlakuan biosaka," katanya lagi.
Tim Kajian Biosaka IPB mendapati konsentrasi Biosaka yang diaplikasikan [sangat rendah] dan juga melihat proses pembuatan Biosaka dikaitkan dengan senyawa yang terekstraksi [kandungan senyawa/metabolit sekunder].
"Hal itu menunjukkan bahwa Biosaka masih perlu pembuktian yang lebih valid dengan menerapkan kaidah ilmiah lebih baik," ungkap Dr Ir Arief Hartono MSc Agr.
Rekomendasi HITI
Hal itu sejalan dengan rekomendasi HITI seperti diberitakan sebelumnya bahwa akademisi dan praktisi yang tergabung pada HITI merekomendasi ´kebijakan publik Biosaka harus berdasarkan kajian ilmiah´ mengingat hasil penelitian menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi.
Rekomendasi tersebut mengemuka pada Focus Group Discussion [FGD] yang digelar HITI bertajuk ´Sharing Pemanfaatan Biosaka untuk Tanaman Padi Sawah´ secara online pada Senin [29/5]. FGD dihadiri hampir 75 peserta online dari kalangan akademisi, praktisi, pejabat Kementan dan pejabat pemerintah daerah terkait serta penyuluh dan stakeholders.
Hadir narasumber dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada Balai Standarisasi Instrumen Pertanian [BSIP] Kementerian Pertanian RI dan akademisi IPB University, Dr Arif Hartono.
Acuannya, hasil penelitian Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada Balai Standarisasi Instrumen Pertanian [BSIP] Kementerian Pertanian RI menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi, serta tidak mengurangi kebutuhan pupuk 50% hingga 90%.
Sebagai tindak lanjut FGD, maka HITI meminta kepada seluruh Komisariat Daerah (Komda) untuk dapat melakukan pengamatan terhadap daerah yang telah menerapkan Biosaka dalam kegiatan budidaya pertanian.
HITI juga meminta kepada seluruh Komda untuk melaksanakan penelitian dan pengujian terkait efektivitas Biosaka dan suplemen lainnya pada kegiatan budidaya pertanian.
Sebagaimana diketahui, Biosaka adalah local knowledge hasil temuan atau invensi praktisi pertanian bernama Muhammad Anshar, warga Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
Biosaka adalah cairan yang dibuat dari pucuk-pucuk daun atau rumput-rumputan sehat dan utuh tidak dimakan serangga yang diremas dalam air dengan takaran dan waktu tertentu.
Terkait hal itu, FGD digelar oleh HITI sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari petani, penyuluh, serta stakeholders pertanian lainnya terkait efektivitas penggunaan Biosaka.
Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk yang memiliki tugas dan fungsi terkait pengujian standar instrumen tanah dan pupuk telah melakukan pengujian terkait penggunaan Biosaka di Blitar dengan tanaman indikator padi.(*)
*Humas BPPSDMP