Triane Widya Anggriani, S.P., M.E.
Abstrak :
Salah satu substansi UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan terhadap persekongkolan dalam kegiatan tender. Falsafah yang terkandung dalam kegiatan tender adalah menciptakan persaingan usaha yang sehat dan jujur. Dalam kegiatan tender, melekat unsur moral dan etika, bahwa pemenang tender tidak dapat diatur, sehingga diperoleh harga terendah melalui penawaran terbaik pemenang tender. Unsur-unsur yang terkait dalam persekongkolan dalam pengadaan barang/jasa adalah unsur pelaku, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender dan unsur persaingan usaha tidak sehat.
Kata Kunci: Persekongkolan, Pengadaan, Tender
Pengadaan barang/jasa pemerintah diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa seharusnya mengacu pada prinsip-prinsip dan nilai moral yang baik. Perilaku yang harus ditampilkan dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan antara lain berupa saling menghormati, bertindak secara profesional, tidak saling mempengaruhi untuk maksud tercela atau untuk kepentingan/keuntungan pribadi/kelompok, serta tidak melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara sepihak atau bersama-sama.
Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menerbitkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 yang efektif diharapkan dapat memupuk budaya berbisnis yang jujur dan sehat sehingga dapat terus menerus mendorong dan meningkatkan daya saing di antara pelaku usaha.
Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 pasal 22. Penjabaran pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Pasal 22 di atas dapat diuraikan kedalam beberapa unsur sebagai berikut :
1. Unsur Pelaku Usaha
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
2. Unsur Bersekongkol
Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu.
Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa :
a. Kerjasama antara dua pihak atau lebih
b. Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya.
c. Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan
d. Menciptakan persaingan semu
e. Menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan
f. Tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.
g. Pemberian kesempatan ekslusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
3. Unsur Pihak lain
Pihak lain adalah para pihak (vertikal dan horizontal) yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan ata subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut.
4. Unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender
Yaitu suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau penentuan pemenang tender tersebut, antara lain dilakukan dalam hal penetapan kriteria pemenang, persyaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan sebagainya.
5. Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Memperhatikan isi Pasal 22 tersebut jelas bahwa persekongkolan yang terjadi melibatkan semua pihak, baik antara pelaku usaha dengan pesaingnya, maupun pelaku usaha dengan pemberi kerja atau dengan panitia penyelenggara. Persekongkolan penawaran tender termasuk salah satu perbuatan yang dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persekongkolan.
Tender adalah tawaran untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau menyediakan barang. Ruang lingkup tender antara lain pertama, tawaran mengajukan harga (terendah) untuk memborong suatu pekerjaan. Kedua, tawaran mengajukan harga (terendah) untuk mengadakan barang-barang. Ketiga, tawaran mengajukan harga (terendah) untuk menyediakan jasa. Terdapat tiga terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan.
Tiga terminologi tersebut menjadi pengertian dasar dari tender, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Suatu pekerjaan/proyek ditenderkan maka pelaku usaha yang menang dalam proses tender akan memborong, mengadakan atau menyediakan barang/jasa yang dikehendaki oleh pemilik pekerjaan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antara pemenang tender dengan pemilik pekerjaan.
Para pihak dalam tender terdiri dari pemilik pekerjaan/proyek yang melakukan tender dan pelaku usaha yang ingin melaksanakan proyek yang ditenderkan (peserta tender). Tender yang bertujuan untuk memperoleh pemenang tender dalam suatu iklim tender yang kompetitif harus terdiri dari dua atau lebih pelaku usaha peserta tender. Dua atau lebih pelaku usaha akan berkompetisi dalam mengajukan harga dari suatu proyek yang ditawarkan, sehingga apabila peserta tender hanya satu maka pilihan pemilik pekerjaan menjadi lebih terbatas. Keterbatasan pilihan sangat tidak menguntungkan bagi pemilik pekerjaan karena ide dasar dari pelaksanaan tender adalah mendapatkan harga terendah dengan kualitas terbaik. Sehingga dengan keberadaan lebih dari dua peserta tender akan terjadi persaingan dalam pengajuan harga untuk memborong, mengadakan atau menyediakan barang/jasa.
Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk lelang umum/seleksi umum adalah
1. Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran
2. Pejabat Pembuat Komitmen
3. Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (ULP)
4. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
5. Penyedia Barang/Jasa
Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain usaha produksi dan atau distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut. Kolusi atau persekongkolan dalam tender ini bertujuan untuk membatasi pesaing lain yang potensial untuk berusaha dalam pasar bersangkutan dengan cara menentukan pemenang tender. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha mempunyai wewenang menjatuhkan sanksi berupa sanksi administratif, sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1999, sebagai berikut :
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagamana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. penetapan penibayaran ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, diharapkan pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa diselenggarakan dengan sehat, bebas korupsi, kolusi, dan nepostisme. Selain itu salah satu upaya mewujudkan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pembentukan peraturan ini bertujuan agar pengadaan barang/jasa instansi Pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dengan prinsip persaingan yang sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan adil dan layak bagi semua pihak yang terkait.
Upaya Pencegahan
Untuk mengantisipasi persekongkolan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, selain memberlakukan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 dan Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010, pemerintah juga telah memasukan materi anti korupsi dalam Diklat Prajabatan. Diklat prajabatan merupakan syarat pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Salah satu mata diklat dalam Diklat Prajabatan adalah mata diklat Anti Korupsi. Mata diklat ini membekali peserta dengan kemampuan menghindari perilaku korupsi dan melaporkan perbuatan korupsi di instansinya melalui pembelajaran pengertian korupsi, penyebab terjadinya korupsi, indikator, kriteria, gejala terjadinya korupsi, upaya pemberantasan korupsi dan strategi pemberantasan dan pencegahan korupsi, prosedur, pelaporan terjadinya tindak pidana korupsi.
Dampak positif yang terjadi jika pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adiladalah 1) biaya pengadaan menjadi lebih efisien dan efektif, mengurangi biaya-biaya sosial ekonomi, dan mendapatkan barang atau jasa yang berkualitas dengan harga bersaing, 2) kepercayaan publik terhadap pemerintah meningkat, investasi meningkat yang berimplikasi kepada pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja, 3) terciptanya lingkungan usaha yang kondusif, persaingan usaha yang sehat sehingga perusahaan-perusahaan berkompetisi menggunakan sumber dayanya unyuk melakukan inovasi dan kepuasan masyarakat meningkat.
Referensi :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.;
4. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Calon Pegwai Negeri Sipil Golongan III. ;
5. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Calon Pegwai Negeri Sipil Golongan I dan II.;
6. Sutaedi, Adrian. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Edisi Kedua. Penerbit Sinar Grafika. 2012. Jakarta.;
Krisanto, Yakub Adi. Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan KPPU Tentang Persekongkolan Tender. https://yakubadikrisanto.wordpress. com/2008/06/20/analisis-pasal-22-uu-no-5-tahun-1999-dan-karakteristik-putusan-kppu-tentang-persekongkolan-tender/. 2006.