Posted in Berita on Jan 14, 2015.

Oleh :

PARIS HUTAPEA

Widyaiswara PPMKP - Kementan

Abstract

In a practical level, the importance of collaboration in the development faced by local governments in dealing with the problems with the community or society . Intensive involvement of government and society  needed  to solve the problems,  meaning that both parties need to sit and face together.The collaborative process among the government and the stakeholders is needed in regional development. The purpose of this article is to identify leadership styles Jokowi  as a governor in Solo and Jakarta . Descriptive method used to collect the data and information needed in preparing the theoretical framework and the discussion. The results of the study show that over as Governor of the city of Solo and Jakarta, Jokowi apply collaborative communication on a variety of cases in Solo and Jakarta . In some cases there are the completion stages of the process of collaborative and dialogue. The dialoque in all stages of  process of collaborative is an  essential aspect in the collaborative governance .

Keywords: collaborative process, dialoque, stakeholders

Abstrak

Dalam tataran praktik, pentingnya ruang kolaborasi dalam pembangunan dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dengan masyarakat yang dipimpinnya.  Dalam penyelesaian masalah diperlukan keterlibatan intensif pemerintah dan masyarakat, artinya kedua belah pihak perlu duduk bersama.  Proses kolaboratif antara pemerintah dan para pemangku kepentingan diperlukan dalam pembangunan daerah. Tujuan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan Jokowi selama menjadi Gubernur di Kota Solo dan DKI Jakarta. Metode deskriptif digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun kerangka teoritis dan pembahasan. melalui studi literatur. Hasil penelitian memerlihatkan bahwa selama menjadi Gubernur Kota  Kota Solo dan DKI Jakarta, Jokowi menerapkan pemerintahan kolaboratif  berbasis komunikasi pada berbagai kasus di Solo dan Jakarta. Pada penyelesaian beberapa kasus terdapat dialog dalam semua tahapan-tahapan proses kolaboratif.  Dialog yang merupakan aspek utama dalam pemerintahan kolaboratif.

Kata kunci: proses kolaboratif, dialog, para pemangku kepentingan

Pendahuluan

Proses pembangunan saat ini tidak lagi hanya menjadi dominasi pemerintah. Kritik bahwa pembangunan hanya menjadi kepentingan pihak tertentu, menyadarkan pemerintah akan perlunya komunikasi dan tindakan bersama dengan para pemangku kepentingan Sufianti et al. (2014) sehingga dalamproses pembangunan diperlukan collaborative governance. Menurut Anshell dan Gash (2007) dalam Sufianti et al. (2014) dan Innes dan Booher (2010) dalam Sufianti et al. (2014) dimana para pemangku kepentingan duduk bersama untuk mengambil suatu keputusan publik yang merupakan hasil konsensus melalui suatu proses dialog tatap muka.

Sebagai bagian dari proses pembangunanyang telah mengalami pergeseran paradigma, perencanaan juga mengalami pergeseran paradigma ke arah perencanan berbasis komunikasi yang menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan berbasis kolaborasi (Sufianti et al. 2014). Friedman (1987) dalam Sufianti et al. (2014) mengemukakan bahwa dalam tatanan publik, perencanaan merupakan suatu bentuk aplikasi atas pengetahuan ke dalam tindakan dan mengelompokkan perencanaan sebagai Social Reform, Policy Analysis, Social Learning, dan Social Mobilization, dimana melalui pendekatan ini perencanaan tidak hanya milik pemerintah, akan tetapi juga milik masyarakat.

Rumusan masalah penelitian adalah: bagaimana kepemimpinan Jokowi selama menjadi Gubernur Kota  Kota Solo dan DKI Jakarta. Berdasarkan rumusan tersebut, tujuan penelitian adalah: mengidentifikasi gaya kepemimpinan Jokowi selama menjadi Gubernur di Kota Solo dan DKI Jakarta.

Literatur Review

1. Collaborative Governance

Menurut Frank A dan Weil dalam Donahue (2004) esensi pemerintahan kolaboratif merupakan tahapan baru melalui keterlibatan sosial/politik antara beberapa sektor masyarakat yang merupakan cara yang lebih efektif untuk mengatasi permasalahan pada masyarakat modern.  Lebih lanjut Donahue (2004) menyatakan bahwa kerjasama antara para pemangku kepentingan dengan pemerintah menjadi semakin penting diantaranya karena model pemerintahan yang terdesentralisasi (otonomi daerah) dan dengan permasalahan yang semakin kompleks dimana pemerintah tidak dapat bekerja sendiri akan tetapi membutuhkan kerjasama kolektif dengan para pemangku kepentingan.

2. Perencanaan dalam Pembangunan

Pergeseran paradigma perencanaan ke arah perencanaan berbasis komunikasi yang menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan berbasis kolaborasi (Sufianti et al. 2014). Pergeseran paradigma perencanaan (Sufianti et al. (2014) dimana pada awalnya, perencanaan berlandaskan pada rasionalitas instrumental yang mengabaikan realitas politik; kemudian Mixed-scanning namun hanya melibatkan para pemikir dan pengambil keputusan; tahap selanjutnya perencanaan transaktif dimana perencanaan seyogyanya disusun berdasarkan dialog antara perencana dengan antara klien-nya yaitu pemerintah dan masyarakat. Gambar 1 memperlihatkan dinamika pergeseran paradigm perencanaan berbasis komunikasi.

3. Komunikasi dalam Pembangunan

Tidak hanya dalam perencanaan, komunikasi dalam pembangunan pun mengalami pergeseran dari komunikasi satu arah menuju kepada komunikasi partisipatoris. pada awalnya paradigma pembangunan diformulasikan dengan pendekatan dari atas ke bawah (top-down), model komunikasi sebagai sebuah aliran pesan satu arah (one way) dari atas (pemerintah) ke bawah (masyarakat) – sebuah proses menyampaikan pesan informatif dan persuasif dari pemerintah ke khalayak dalam arah yang hierarki (Rogers dalam Dilla 2007). Saluran media massa, termasuk teknologi penyiaran digunakan untuk menginformasikan dan mempengaruhi masyarakat tentang program pembangunan. Masyarakat ditempatkan dalam peran yang pasif dalam perubahan sosial saat itu.

Pada tahap selanjutnya yaitu pendekatan komunikasi partisipatoris. Konsep ini merupakan pendekatan baru dalam strategi komunikasi pembangunan yang melihat unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi (sumber-penerima) memiliki kesetaraan dalam posisi dan peran (Dilla 2007).  Lebih lanjut Dilla (2007) menyatakan bahwa pendekatan partisipatoris bertumpu pada model konvergen berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik di antara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian dan kebutuhan dimana penekanan dititikberatkan pada aliran informasi dan pesan yang bersifat bottom-up atau komunikasi yang horizontal diantara masyarakat. Masyarakat harus berdiskusi bersama, mengidentifikasi kebutuhan, keinginan dan harapan termasuk memutuskan tindakan mereka. Selanjutnya, memilih informasi dan media komunikasi yang paling sesuai dan tepat dengan kebutuhan mereka (Dilla 2007).

4.Proses Kolaborasi

Proses kolaboratif berbasis komunikasi partisipatoris atau komunikasi dua arah, dimana dalam proses kolaboratif terjadi suatu proses adaptive system yaitukomunikasi dua arah dari berbagai pihak terkait dengan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda yang akhirnya menghasilkan suatu konsensus. Anshell dan Gash (2008) dalam Sufianti et al. (2014) memetakan suatu model yang menggambarkan bagaimana proses kolaboratif terjadi. Proses kolaboratif menurut model Anshell dan Gash (2008) dalam Sufianti et al. (2014) terdiri dari berbagai tahapan yaitu : 1) dialog secara tatap muka, 2) membangun kepercayaan, 3) membangun komitmen terhadap proses, 4) berbagi pemahaman dan 5) terbentuknya hasil sementara.  Innes dan Booher (2010) dalam Sufianti et al. (2013) mengembangkan model DIAD Network Dynamic yang menggambarkan bawa dalam jejaring kolaboratif terdapat keragaman agen-agen, saling ketergantungan antar pihak terkait dan dialog otentik.

Metodologi Penelitian

Pembuatan atrikel ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun kerangka teoritis dan pembahasan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data dari hasil studi pustaka berupa buku-buku yang berisikan tentang komunikasi, kepemimpinan dan kolaborasi serta data dari hasil penyelusuran dengan internet yang berkaitan tentang kepemimpinan dan Manajemen Joko Widodo.sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu Agustus s.d Oktober 2014. dengan melakukan studi literatur terkait penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi kepemimpinan kolaboratif pada beberapa kasus selama menjadi Gubernur Kota Solo dan DKI Jakarata pada Tabel 1. Tabel 1 mendeskripsikan beberapa kasus kepemimpinan Jokowi selama menjadi Gubernur Kota Solo dan DKI Jakarta dalam menghadapi permasalahan-permasalahan untuk kepentingan masyarakat dalam perencanaan dan implementasi pembangunan daerah. Dalam memimpin daerah, Jokowi menerapkan proses kolaboratif dengan model Collaborative Governance.

No. Kasus Proses Kolaboratif
1. Perencanaan relokasi  Pedagang Kaki Lima (PKL) dari kawasan Banjarsari ke lokasi Semanggi di Kota Solo (Sufianti et al. 2014) Membangun komunikasi dengan Para Pemangku Kepentingan melalui dialog.
Untuk mewujudkan rencana relokasi, pemerintah kota terus menerus melakukan upaya untuk melibatkan para pemangku kepentingan yaitu seluruh Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) dalam Pemerintah Kota Surakarta, masyarakat yang diwakili oleh tokoh-tokohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (Sompis, Leskap, Patiro, Yapi, Forkot), perguruan tinggi (UNS)  dan 9 Paguyuban PKL. 2.Konflik di Keraton Surakarta (Konflik Keraton Surakarta Berakhir, diakses dari situs Republika Online) Membangun komunikasi dengan pihak terkait konflik dengan dialog. Pada tanggal 11 Juni 2004, Paku Buwono XII wafat tanpa sempat menunjuk permaisuri maupun putera mahkota, sehingga terjadi pertentangan antara kedua putranya, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan (SDISKS) Paku Buwono XIII dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan. Selama tujuh tahun terdapat dua raja yang ditunjuk oleh kedua pihak di dalam satu Keraton. Konflik mengalami puncaknya yaitu adanya penolakan atas Raja dan Mahapatih untuk memasuki Keraton pada tanggal 25 Mei 2012. Keduanya dicegat di pintu utama Keraton di Korikamandoengan. Jokowi akhirnya berperan menyatukan kembali perpecahan ini setelah delapan bulan melakukan dialog dengan cara menemui satu per satu pihak keraton yang terlibat dalam pertentangan. Pada tanggal 4 Juni 2012 akhirnya Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan berakhirnya konflik Keraton Surakarta yang didukung oleh pernyataan kesediaan melepas gelar oleh Panembahan Agung Tedjowulan, serta kesiapan kedua keluarga untuk melakukan rekonsiliasi. 3.Pengambil alihan Sumber Daya Air di Jakarta (Segu, Vinsensiu (16 Juli 2012)Membangun komunikasi dengan pihak terkait konflik dengan dialog dan mencari kesepakatan bersama melalui pertemuan tatap muka. Pemprov melakukan upaya pengambilalihan secara business to business melalui rekonsiliaasi. Tujuan agar pengelolaan air diambil alih oleh pemerintah dalam hal ini BUMD untuk meningkatkan pelayanan air ke masyarakat. 4.Peningkatan upah minimum provinsi (diakses dari situs Kompas ) Membangun komunikasi dengan pihak terkait dengan dialog dan mencari kesepakatan bersama. Pada 24 Oktober 2012, terjadi unjuk rasa di Balaikota yang dilakukan sekumpulan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Buruh menuntut kenaikan UMP. Komunikasi berupa dialog dilakukan dengan perwakilan buruh dan berbagai konsultasi, termasuk dengan Menakertrans Muhaimin Iskandar, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat untuk menentukan UMP yang tepat bagi buruh di DKI Jakarta agar tidak mengalami ketimpangan dengan daerah penyangga, namun masih layak untuk dinikmati pekerja. 5.Normalisasi Waduk Pluit (Diakses dari situs berita Detik pada 22 Maret 2014 )Membangun komunikasi dengan pihak terkait dengan dialog. Perbaikan sistem pengendalian banjir di Jakarta diantaranya yaitu normalisasi waduk Pluit bulan Maret 2013. Awalnya relokasi berjalan lancar, namun sempat terjadi ketegangan karena beberapa warga menolak dipindahkan. Melalui dialog secara langsung dan makan siang bersama, akhirnya warga mulai terbujuk dan perlahan pindah ke berbagai rumah susun yang telah disiapkan.

Model collaborative governance melalui proses kolaboratif dengan dialog diterapkan dalam berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan. Dialog tatap muka dilakukan pada setiap tahapan yaitu seperti dalam membangun kepercayaan melalui hubungan, membangun pemahaman bersama melalui timbal balik, memecahkan masalah melalui pembelajaran, dan membangun komitmen untuk mengimplementasikan pemecahan masalah. Dialog awal dapat berupa pertemuan yang didahului dengan makan siang bersama ataupun berbentuk pertemuan silaturahmi makan, mendengarkan hiburan, penjelasan kondisi kota, persoalan-persoalan kota, dan ada pembicaraan mengenai harapan-harapan ke depan tanpa melakukan pembicaraan utama. Pertemuan terse but berlanj ut dengan pertemuan-pertemuan lain untuk membahas permasalahan dan mencari solusi bersama. Dialog dilakukan tanpa dihalangi oleh batas hirarki, dan terdapat rasa saling menghormati. Pertemuan-pertemuan dilakukan dalam upaya membangun kepercayaan, membangun pemahaman bersama, menghasilkan upaya pemecahan masalah bersama dan membangun komitmen bersama.

Selain dialog,  kepemimpinan Jokowi dapat memotivasi untuk terjadinya dialog. Peran  kepemimpinan Jokowi yang dideskripsikan mampu memotivasi dan membawa para pemangku kepentingan (masyarakat, perusahaan, pihak-pihak terkait lainnya) ke dalam proses dialog dengan cara memotivasi mereka untuk membicarakan apa yang mereka butuhkan, sehingga ada partisipasi dan komunikasi timbal balik dengan para pemangku kepentingan dalam pemecahan berbagai pemasalahan yang dihadapi.

Simpulan dan Saran

Kepemimpinan Jokowi selama menjadi Gubernur Kota Solo dan DKI Jakarta menerapkan proses kolaboratif dalam model Collaborative Governance. Proses kolaboratif dalam model Collaborative Governance memiliki prasyarat yaitu tidak ada dominasi, setiap aktor yang berdialog tidak dihalangi oleh batas hirarki, dan terdapat rasa saling menghormati.

Pada setiap tahapan proses kolaboratif membutuhkan dialog dan kepemimpinan yang dapat memotivasi untuk terjadinya dialog. Pada setiap tahapan yaitu seperti dalam membangun kepercayaan melalui hubungan, membangun pemahaman bersama melalui timbal balik, memecahkan masalah melalui pembelajaran, dan membangun komitmen untuk mengimplementasikan pemecahan masalah membutuhkan proses dialog tatap muka. Selain itu, peran kepemimpinan yang mampu memotivasi dan membawa para pemangku kepentingan (masyarakat, perusahaan, pihak-pihak terkait lainnya) ke dalam proses dialog dengan cara memotivasi mereka untuk membicarakan apa yang mereka butuhkan, akan meningkatkan partisipasi dan kemampuan komunikasi.

Kajian  komunikasi pada penelitian ini memiliki keterbatasan hanya melakukan kajian studi pustaka. Penelitian pada implementasi proses kolaborasi dalam berbagai bentuk kolaborasi antar pemangku kepentingan sosial/politik diperlukan untuk memperkaya kajian dalam proses kolaboratif.

Daftar Pustaka

Sufianti E, Sawitri D, Pribadi KN, Firman T. (2014). Proses Kolaboratif dalam Perencanaan Berbasis Komunikasi pada Masyarakat Nonkolaboratif. Mimbar 29(2):133-144

Dilla S. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Simbiosa Rekataman Media. Bandung

Donahue J. 2004. On Collaborative Governence. Corporate Social Responsibility Initiative Working Paper No. 2. Cambridge MA: John F. Kenedy Scholl of Government, Harvard University. https://www.hks.harvard.edu/m-rcbg/CSRI/publications/workingpaper_2_donahue.pdf. diunduh tanggal 14 Oktober 2014.

Dorong UMP Buruh Naik, Ahok Ancam Pecat Kadisnakertrans DKI, diakses dari situs Berita  Satu

Diplomasi Makan Siang Jokowi dan Warga Waduk Pluit Berlanjut Pekan Depan.Diakses dari situs berita Detik pada 22 Maret 2014

Ini 13 Kesepakatan Ahok dengan Buruh Terkait Upah, diakses dari Vivanews

Jokowi Ingatkan Buruh Tak Tinggalkan Rapat Dewan Pengupahan, diunduh dari Situs Berita Detik

UMP DKI 2013 Ditetapkan Rp 2,2Juta, diakses dari situs Kompas

 Jokowi Bahas UMP dengan Menakertrans, diakses dari situs Kantor Berita Antara

Buruh: UMP Rp 3,7 Juta Harga Mati!. Diakses dari situs berita Kompas pada 18 Desember 2013

Konflik Keraton Surakarta Berakhir, diakses dari situs Republika Online

KONFLIK KERATON SOLO: Penjagaan Polisi Dikurangi, Hangabehi-Tedjowulan Tunda Masuki Keraton, diakses dari situs Harian Jogja

Jokowi Pantau Konflik Raja vs Bangsawan Solo, diakses dari Situs VivaNews

Konflik Keraton Surakarta Berakhir, diakses dari situs Republika Online

sumber gambar