Posted in Berita on Feb 20, 2018.

Ciawi--Di  era sekarang ini, Sumber Daya Alam (SDA) tidak lagi menjadi faktor utama kemajuan suatu negara dan bangsa. Justru negara-negara yang memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yang mampu menjadi negara yang maju.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP), Heri Suliyanto, saat membuka Diklat Kepemimpinan Tingkat IV (Diklatpim IV) Angkatan XIV di Komplek Surya PPMKP, Senin (19/2).

"Negara dan bangsa yang maju karena SDA, sudah jadi mitos. Sekarang ini terbalik, negara yang maju adalah negara yang SDM-nya mumpuni," ujar Heri.

Heri mencontohkan, saat ini negara-negara yang maju baik ekonomi, budaya maupun pertahanan, adalah negara yang SDA-nya terbatas, namun memiliki SDM yang berkualitas. Di Asia, Heri menyebut Singapura sebagai negara yang paling maju karena telah mempersiapkan SDM-nya dengan sangat baik. Juga Korea Selatan yang bisa berkembang menjadi negara maju dengan waktu yang cepat.

"Dengan kualitas SDM yang baik, saat ini Korea Selatan bahkan bisa mengekspor budaya dengan K-Pop-nya. Padahal di tahun 50-an, kondisi ekonominya tidak beda jauh dengan Indonesia. Kuncinya adalah bagaimana mempersiapkan SDM," paparnya.

Oleh karena itu, lanjut Heri, saat ini Indonesia tengah memfokuskan pembanguan SDM yang bisa bersaing dengan bangsa lain.  SDM ini diharapkan yang bisa menghadapi situasi disruptif, yaitu situasi yang penuh gangguan dengan banyaknya perubahan.

"Ada empat kondisi yang membuat situasi disruptif, yakni Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity yang sering diistilahkan dengan singkatan VUCA," terang Heri.

Volatility, papar Heri, terkait dengan dinamika perubahan yang sangat cepat. Unrcertainty menyangkut perkembangan situasi yang sulit diprediksi, sedangkan Complexity mengacu pada banyaknya gangguan yang muncul. Sementara Ambiguity menurut Heri adalah kondisi dimana tidak ada kejelasan yang pasti.

Hal ini menjadi tantangan yang akan dihadapi pula di pemerintahan, sehingga birokrasi pemerintahan lah yang harus lebih dahulu siap. Apalagi pemerintah telah mencanangkan tahun 2025 terwujud World Class Beaurocracy.

"Waktunya tidak lama lagi, hitungannya hanya tinggal tujuh tahun, kemampuan Saudara akan ditantang dalam kepemimpinan. Sehingga momentumnya harus disiapkan dengan baik, agar nantinya kita bersaing dengan birokrasi di negara manapun," tegas Heri.

Melalui Diklatpim, Heri menyebutkan, peserta akan ditempa untuk mampu menjadi pemimpin perubahan. Apalagi jika dilihat dalam struktur pemerintahan, pejabat eselon IV adalah kepemimpinan terdepan yang harus mampu menggerakkan perubahan menuju terbentuknya World Class Beaurocracy.

Diklatpim IV angkatan XIV akan berlangsung 18 Februari hingga 6 Juli 2018, terdiri atas 290 jam atau 36 hari pembekalan secara klasikal di Kampus Ciawi dan 603 jam non klasikal. Kegiatannya terbagi dalam lima tahap, yakni tahap diagnosa kebutuhan perubahan, kemudian tahap taking ownership (breakthrough I), dilanjutkan ke tahap merancang proyek perubahan dan membangun tim. Tahap berikutnya adalah laboratoriun kepemimpinan (breakthrough II), dan diakhiri dengan tahap evaluasi. ***(mnh)