Industri pariwisata adalah sektor andalan Kota Bukittinggi. Banyaknya objek wisata yang menarik dengan pemandangan alamnya yang menakjubkan, membuat kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Pariwisata menyumbang 62 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bukittinggi.
Selain alamnya yang indah, Bukittinggi dianugerahi iklim yang sejuk, temperatur udaranya berkisar 16,1 hingga 24,9 derajat Celcius dan kelembapan udara antara 82,0 sampai 90,8 persen. Secara topografi, sesuai namanya, Bukittinggi, kondisi lahannya tidak rata, bergelombang dan berbukit. Di kota ini terdapat sungai kecil, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur, dan Batang Sianok mengalir di sebelah barat. Tanahnya merupakan lapisan Tuff dari lereng gunung berapi yang tergolong subur.
Paduan iklim dan kesuburan tanah ini membuat sektor pertanian menjadi sektor yang cukup menjanjikan. Sayangnya, sebagai kota wisata, kecenderungan adanya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian untuk tujuan wisata kian terasa. Meski demikian, Pemerintah Kota Bukittinggi tetap menaruh perhatian besar pada sektor pertanian. Hal ini dibuktikan dalam dukungannya terhadap Program Nasional Upaya Khusus Swasembada Berkelanjutan Padi, Jagung, Kedelai.
Serius Laksanakan UpsusPelaksanaan Program Upaya Khusus (Upsus) Swasembada Berkelanjutan Padi, Jagung dan Kedelai, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Upsus, melibatkan banyak pihak. Tidak hanya petani, namun pihak Dinas Pertanian, Balai Penyuluhan Pertanian, Babinsa, Perguruan Tinggi dan hingga tim monitoring yang secara khusus ditetapkan oleh Kementerian Pertanian juga terlibat dalam program nasional ini.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor : 1243/Kpts/OT.160/12/2014 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya, Bukittinggi merupakan salah satu Kota wilayah pendampingan Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) Ciawi-Bogor selain Padang Panjang, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, dan Agam.
Keberadaan tim pendamping Upsus menunjukkan keseriusan upaya pencapaian swasembada. Tim pendamping berperan untuk memastikan agar secara vertikal segala kegiatan Upsus dapat dipertanggung jawabkan dan secara horizontal terintegrasi dengan baik. Selain itu, tim pendamping juga melakukan monitoring agar terciptanya koordinasi di antara stakeholder sebagai wujud saling memiliki dan berkontribusi aktif terhadap pencapaian swasembada berkelanjutan.
Koordinator Penyuluh Pertanian Kota Bukittinggi, Santi Budi Harty mengakui keterlibatan banyak pihak dalam pelaksanaan Upsus sangat berpengaruh dalam kegiatan di lapangan. “Dalam mendukung program Upsus, kami mengerahkan seluruh sumber daya manusia penyuluhan, yang berjumlah 15 orang, 10 diantaranya adalah pegawai negeri, sementara lima orang lainnya THL-TBPP,” ungkap Santi.
Ia menambahkan, keterbatasan lahan dan jumlah personil tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan program upsus. “Meskipun wilayah lahan pertanian tergolong sempit, berhimpitan dengan perumahan, dan sumberdaya penyuluhan terbatas, kami berupaya fokus semaksimal mungkin mendukung keberhasilan upsus pencapaian swasembada pangan,” tambahnya.
Di Bukittinggi, kegiatan penyuluhan pertanian memang dikoordinasikan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Model yang menjembatani tiga kecamatan, Guguk Panjang, Mandiangin Koto Selayan dan Aur Birugo Tigo Baleh.
Realisasi Upsus
Data Dinas Pertanian Kota Bukittinggi menunjukkan dari 388,94 hektar total luas lahan sawah yang ada, sebanyak 193,21 hektar (49,67 persen) adalah sawah dengan jenis irigasi setengah teknis, dan tidak dijumpai irigasi teknis. Dari total luas lahan tersebut, 190,88 hektar berada di Mandiangin Koto Selayan, 12,73 hektar di Guguk Panjang, dan 185,33 hektar terletak di Aur Birugo Tigo Baleh.
Hingga akhir Agustus 2015, melalui program optimalisasi lahan, luas tanam padi di Bukittinggi telah melampaui target. Luas tanam mencapai 493,50 hektar dengan total panen mencapai 4.098,54 ton.
Sementara itu, perbaikan jaringan irigasi tersier telah terlaksana sepenuhnya. Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Sarana Produksi dan Alsintan Dinas Pertanian Kota Bukittinggi, Datuk Abdul Halim. Menurutnya, realisasi perbaikan jaringan irigasi telah telah terlaksana 100 persen pada pertengahan Mei 2015, baik pembangunan fisik maupun peresmian penggunannya.
Ada tiga kelompok penerima bantuan jaringan irigasi, yaitu Kelompok Lubuk Berlian dengan panjang irigasi 160 meter, Kelompok Tambuo dengan panjang bak kontrol irigasi 45 meter, dan Kelompok Maju Basamo dengan panjang irigasi 160 meter.
Selain perbaikan irigasi, upaya peningkatan produksi didukung pula dengan bantuan pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) berupa traktor roda dua dan pompa air. Traktor roda dua diberikan kepada tiga Gabungan Kelompok Tani, yaitu Kuba, Palapa, dan Upja Sadar. Sedangkan pompa air diserahkan kepada Gabungan Kelompok Tani Kuba, Abadi Jaya, dan Tembok Saiyo.
Perbaikan jaringan irigasi dan bantuan alsintan tersebut menurut Datuk Abdul Halim telah memberikan efek yang menggembirakan. “Indeks Pertanaman Padi di Kota Bukittinggi sudah mencapai 2,” ucapnya.
Benih dan Sistem Tanam
Keberhasilan upsus tak lepas pula dari ketersediaan benih yang berkualitas. Kepala Seksi Pertanian Dinas Pertanian Kota Bukittinggi, Nelfia mengatakan kebutuhan benih untuk upsus bisa dipenuhi dengan memanfaatkan varietas lokal.
“Tidak ada masalah dalam persediaan benih, karena petani tidak bisa dipaksa untuk berganti ke benih varietas unggul yang dianjurkan pemerintah. Petani sudah terbiasa menggunakan varietas unggul lokal yaitu varietas putiah dan kuriak kusuik yang hasil panennya lebih tinggi dibandingkan varietas lain, warna beras putih bersih, rasanya enak dan harum, sehingga harga pasarannya lebih tinggi,” paparnya.
Demikian pula penerapan teknologi anjuran yang relatif tidak menemui kendala. Sebagian besar petani di Bukittinggi menerima dan sudah menerapkan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam padi dengan menyediakan lajur kosong ini dianjurkan untuk meningkatkan produktivitas. Santi Budi Harty menuturkan sebanyak 517 anggota kelompok tani di 16 kelurahan yang mendapat bantuan untuk optimasi lahan sudah menerapkan sistem tanam jajar legowo. Hanya 44 anggota yang belum menerapkan karena kendala teknis.
“Dari 280 hektar luas lahan optimasi, 232 Hektar diantaranya sudah menerapkan sistem jajar legowo, sisanya 20,8 hektar belum menerapkan, tetapi berjanji akan menerapkan jajar legowo pada musim tanam berikutnya,” papar Santi.
Permasalahan
Berdasarkan hasil pantauan tim monitoring PPMKP, ada beberapa permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan Upsus di Bukittinggi, antara lain:
- Serangan Hama Burung, kejadian ini dijumpai di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh.
- Harga jual gabah turun, hal ini dikeluhkan oleh hampir semua petani sementara biaya produksi terus meningkat.
- Masih ada anggota kelompok yang belum yakin melaksanakan sistem jajar legowo karena belum melihat hasilnya, persentase terbesar adalah di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, meskipun demikian jika petani sudah melihat kenaikan hasil dari sistem tanam jajar legowo, mereka berjanji untuk ikut mengadopsi.
- Keterlambatan pupuk NPK Ponska sampai ke kelompok dan kondisi lahan yang berlumut ditemui di Kecamatan Guguk panjang.
Meski demikian, permasalahan yang ada sudah mulai terselesaikan. Adanya partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi salah satu kuncinya. Konsistensi dan integritas merupakan faktor penentu keberhasilan. Target swasembada padi, jagung, dan kedelai berkelanjutan bukan lagi sebatas angan-angan. Bukittinggi, meskipun identik dengan julukan “kota wisata” telah membuktikan mampu menampilkan kisah sukses pelaksanaan Upsus. Peningkatan Indeks Pertanaman 0,5 dan produktivitas padi minimal 0,3 ton/hektar optimis tercapai. Pepatah Minang mengatakan Ka bukik samo mandaki, kalurah samo manurun, “suatu pekerjaan yang dikerjakan secara bersama dan didorong oleh kesadaran pasti akan membuahkan hasil”.
***(Laporan Tim Monitoring Upsus PPMKP di Bukittinggi: Wiwik Yuniarti; ed: mnh)
sumber gambar