Sudah jelas bahwa kakao salah satu komoditas perkebunan strategis di Negara kita. Kementerian Pertanian fokus pada peningkatan produksi, produktivitas dan nilai tambah dari kakao selain kelapa sawit, karet dan kopi. Karena nilai ekonomi dari empat komoditas tersebut yang tidak bisa dianggap sebelah mata yaitu, kelapa sawit Rp 31 triliun, karet Rp 25,9 triliun, kopi Rp 23 triliun dan kakao Rp 21 triliun.
Menurut data, pada tahun 2014 area perkebunan kakao nasional kita seluas 1.719.087 hektar (ha), dengan total produksi 709.331 ton. Dari luas luas lahan kakao tersebut, 87,4% dikelola oleh rakyat, selebihnya dikelola perkebunan besar negara (6,0%) dan perkebunan besar swasta (6,7%).
Pemerintah mendorong peningkatan produktivitas kakao setidaknya mencapai 1 ton/ha dalam lima tahun ke depan, mengingat sebenarnya potensinya bisa mencapai 2 ton/hektar/tahun. Salah satu caranya dengan rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao yang mayoritas umurnya sudah mencapai umur 30 tahun. Tidak hanya itu, perluasan lahan juga.
Kita setiap tahun juga rutin menyalurkan bantuan kepada petani baik berupa bibit, pupuk, dengan penyuluhan dan perkreditan. Ini tentunya sebagai upaya kami dalam membantu peningkatan produksi kakao ke depan. Semoga dengan begitu, Indonesia bisa memproduksi 1,7 juta ton kakao per tahun dan menjadi produsen kakao terbesar di dunia.
Perlu kita ingat baik-baik bahwa peluang Indonesia untuk merebut pasar dunia sangat besar. Untuk dapat meraih peluang pasar tersebut diperlukan peningkatan produktivitas, penggunaan varietas unggul, dan penanganan gangguan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) di sektor on farm.
Kita memang terus mencoba meningkatkan produksi kakao pada setiap tahunnya. Untuk tahun ini kita harapkan bisa naik sekitar 10-15 persen. Target tersebut merupakan komitmen Kementerian Pertanian. Saat ini Indonesia masih berada di posisi ketiga negara penghasil kakao terbesar di dunia setelah Ghana dan Pantai Gading. Ghana telah memproduksi hingga 900 ribu ton pada tahun 2015. Sementara Pantai Gading yang menempati posisi pertama telah mencapai angka produksi sebesar 1,3 juta ton. Jadi minimal naik 15 persen jika ingin mengejar posisi kedua atau melampaui Ghana. Memang bukan sesuatu yang mudah namun kita harus berupaya untuk merealisasikannya ke depan.
Sumber : https://tabloidsinartani.com/