Posted in Berita on Oct 20, 2014.

Penulis : Miko Harjanti SE, M.S.E

NIP. 19800814 200604 2 001

Micro Finance Dalam Perekonomian Internasional

Pembangunan di Negara-negara berkembang menemui kesulitan yang sama untuk mengatasi kemiskinan. Proses pembangunan menghadapi tantangan untuk dapat mengangkat pendapatan warga agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Salah satu cara untuk memecahkan masalah itu adalah memberdayakan perekonomian masyarakat miskin dengan mendorong mereka untuk mengelola usaha sendiri dengan jalan memberikan kredit modal usaha dan bimbingan kerja. Dalam teori ekonomi, Micro Credit berarti menyediakan kredit bagi warga. Di banyak Negara konsep ini berkembang menjadi Micro finance, yang tidak hanya memberikan kredit tetapi juga jasa keuangan lain seperti tabungan dan asuransi bagi warga (Sengupta and Aubuchon,  2008). Dunia internasional mengenal Grameen Bank yang didirikan Muhammad Yunus di Bangladesh sebagai contoh lembaga micro credit. Konsep itu kemudian sukses pula diikuti oleh Banco Solidario, sebuah lembaga keuangan di Bolivia; Compartamos di Mexico; serta Good Faith Fund di U.S.A (ibid).

Sekilas Tentang Kredit Usaha Rakyat di Indonesia

Di Indonesia, saat ini program Micro Finance diwujudkan dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menjadi bagian dari program besar pemerintah bernama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI).   Tujuan program ini adalah penurunan angka kemiskinan hingga tinggal 3-4 persen pada tahun 2015. Pemerintah mulai meluncurkan program KUR sejak 2007 dengan menyediakan kredit bagi usaha kecil yang feasible namun belum bankable untuk  mengembangkan usahanya. Dana KUR sepenuhnya berasal dari perbankan, sedangkan pemerintah menyediakan dana penjaminan melalui Perusahaan Penjaminan yang menanggung 70% resiko KUR (Komite KUR, 2012a).  Proses penyaluran KUR dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) dan 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD) (Komite KUR, 2013).

KUR pada dasarnya disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk (Kemenko Perekonomian, 2012):

1.   KUR Mikro, dengan maksimum pinjaman Rp. 20.000.000,-  tidak mensyaratkan agunan;

2.   KUR Ritel, dengan jumlah pinjaman berkisar Rp. 20 juta s/d Rp. 500 juta yang mensyaratkan agunan;

3. KUR untuk modal kerja dengan perpanjangan masa pengembalian dari 3 tahun menjadi 6 tahun;

4. KUR untuk investasi dengan perpanjangan masa pengembalian dari 3 tahun menjadi 6 tahun;

5.  KUR Linkage executing dengan maximum pinjaman mencapai Rp 2 milyar;

6. KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan penjaminan Pemerintah sebesar 80%;

7. KUR investasi untuk perkebunan tanaman keras dapat langsung 13 tahun

Dana pinjaman KUR ditujukan utamanya bagi pemberdayaan Usaha Menengah Kecil (UMK) karena jalur ini diharapkan mampu mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Menurut Menko Perekonomian, berdasar sumber data dari BPS dan Kemenkop, pada tahun 2010 pelaku UMK sebanyak 53,8 juta unit usaha dan dapat menyerap 97,2% dari total pekerja di Indonesia. Pada tahun yang sama UMK memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,8% (Kemenko Perekonomian, 2012). Data tersebut mengungkapkan peran besar UMK dalam perekonomian Negara. Untuk itu pemerintah memberikan perhatian khusus guna mendukung pengembangan UMK yang pada umumnya masih menemui kesulitan  dalam mengakses kredit dari perbankan.

Tantangan yang Dihadapi Program KUR

Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 2012 mencapai Rp. 34.230 triliun, Pada tahun 2013 ini Pemerintah meningkatkan target KUR menjadi Rp. 36 triliun. Sebagai program nasional dengan jumlah dana trilyunan untuk disalurkan, program KUR menghadapi tantangan besar dalam penyalurannya ke masyarakat. Salah satu masalah yang muncul dalam penyaluran KUR adalah tidak meratanya penyaluran kredit ke daerah, terutama karena KUR yang telah disalurkan lebih banyak terserap di Pulau Jawa. Secara kumulatif sejak 2007 - Juli 2012 urutan penyaluran  KUR yang tinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jika ditambah lagi dengan provinsi DKI Jakarta dan Yogyakarta, maka lebih dari 50%'penyaluran KUR terpusat di pulau Jawa. Kenyataan ini disebabkan melimpahnya jumlah penduduk serta daya beli yang tinggi di Pulau Jawa. Hal ini dipertegas lagi dengan kurangnya infrastruktur serta fasilitas perbankan penyalur kredit di luar Pulau Jawa (Purna, 2012). Berdasar dari tantangan tersebut, karya tulis ini akan mengkaji lebih lanjut bagaimana meningkatkan akses masyarakat terhadap KUR.

Bagaimana Meningkatkan Akses Masyarakat Terhadap KUR ?

Di banyak daerah penyaluran KUR masih bertumpu pada perbankan. Untuk menjawab tantangan peningkatan akses masyarakat terhadap KUR, bank-bank pelaksana tersebut dituntut untuk memiliki kantor cabang dalam jumlah yang banyak sampai menjangkau pelosok pedesaan. Bank pun diharapkan memperkuat marketing kredit baik dari sisi kualitas petugas marketing maupun kuantitasnya. Seperti disebutkan pada paragraph sebelumnya, bahwa ada ketimpangan penyaluran KUR antara wilayah Jawa dan luar Jawa. Data dari Komite KUR sampai dengan Mei 2013 pun menyebutkan di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat berturut-turut telah disalurkan Rp.17,7 trilyun, Rp.17,4 trilyun dan 14,7 trilyun. Sangat jauh bila dibandingkan jumlah yang tersalur di Gorontalo Rp. 0,58 trilyun, Bengkulu Rp. 0,82 trilyun, dan Papua Barat Rp. 0,61 trilyun (Komite KUR, 2013). Data ini menegaskan perlunya peningkatan sarana perbankan terutama di luar Jawa. Disini juga dibutuhkan kerja keras Bank Pembangunan Daerah di propinsi-propinsi luar Jawa dalam menyalurkan KUR.

Program sosialisasi KUR kepada masyarakat pun tidak cukup hanya dilakukan oleh bank-bank penyalur. Karena untuk membuka akses masyarakat terhadap KUR di luar Jawa tidak bisa hanya mengandalkan pihak perbankan. Keterlibatan Pemerintah Daerah,  Kementerian terkait, dan institusi masyarakat menjadi salah satu kunci untuk memperluas penyaluran KUR. Pemerintah daerah sebagai institusi pemerintah terdekat dengan masyarakat diharapkan aktif melakukan identifikasi potensi lokal untuk mengangkat usaha asli daerah yang prospektif untuk dikembangkan. Contoh pemerintah daerah yang aktif mendorong pengembangan usaha rakyat adalah Pemerintah Kabupaten Muara Enim  Sumatera Selatan, dengan mengembangkan program Gerbang Serasan. Tujuannya untuk membantu usaha kecil melalui  bimbingan sekaligus subsidi bunga. Pemda mengalokasikan dana sekitar Rp 2 miliar per tahun yang untuk memberikan subsidi bunga 6 - 8% per tahunbagi pelaku usaha yang masuk dalam program KUR - Gerbang Serasan.  Program ini  juga menyediakan asuransi kematian, artinya jika nasabah meninggal, maka kewajiban membayar hutang ditanggung pihak asuransi. Program Gerbang Serasan  pun memberikan jasaKonsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk mendampingi parapelaku usaha dalam mengajukan kredit ke perbankansejakdari proses pengenalan program kredit, pengajuan, hingga pencairan dana (Desk Informasi, 2012).  Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Pati, dengan aktif melakukan pendampingan dan memberikan informasi secara terus-menerus tentang Program KUR. Pemkab Pati juga aktif melakukan monitoring perkembangan usaha secara berkala, serta memberi kemudahan akses administrasi sebagai syarat pengajuan KUR.  Sebagai hasilnya tahun2012 Kabupaten Pati menjadi daerah penyalur KUR terbesar secara nasional   dengan kredit tersalur  mencapai Rp 186,19 miliar (SK dan Khotimah,Khusnul, 2013). Di waktu mendatang diharapkan  pemerintah daerah lain pun turut serta aktif dalam sosialisasi program KUR untuk pemberdayaan masyarakatnya sendiri.

Pada tingkat pemerintah pusat, pembinaan program KUR berada dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan melibatkan sepuluh instansi pembina yaitu Kementerian Keuangan; Kementerian Perindustrian; Kementerian Pertanian; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Kehutanan; Kementerian Perdagangan; Kementerian Negara Koperasi & UKM; Kementerian Negara BUMN; BAPPENAS; dan BPKP (Komite KUR, 2012b). Instansi-instansi Pembina di pusat ini merumuskan kebijakan, rencana kerja, dan memantau pelaksanaan program KUR di wilayah kerjanya masing-masing.

Peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas KUR akan makin efektif jika pemasaran KUR dilakukan pada kelompok-kelompok masyarakat yang  yang memiliki potensi wirausaha. Sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan keterampilan adalah tempat dimana calon-calon wirausahawan mendapatkan keterampilan usaha. Setelah selesai menempuh pendidikan disana, para siswa akan membutuhkan modal usaha guna mewujudkan usaha mandiri. Program KUR mikro dengan nominal sampai dengan Rp.20.000.000,- sangat tepat ditujukan bagi siswa lulusan sekolah kejuruan, mengingat mereka baru akan merintis usaha baru dan tidak diharuskan menyerahkan agunan.  Program untuk menjembatani KUR dengan siswa sekolah kejuruan telah dirintis oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah melalui program Tempat Pelatihan Ketrampilan Usaha (TPKU) yang dipusatkan pada sekolah-sekolah kejuruan di daerah maupun di Pondok Pesantren (Indra, 2012). Para siswa yang dilatih pada TPKU, diberikan bimbingan sejak mengikuti program pelatihan hingga permodalannya melalui program KUR. Sayangnya program TPKU yang dikembangkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah belum bisa menjangkau sekolah-sekolah kejuruan hingga ke pelosok tanah air. Karenanya, peran aktif pemerintah daerah, perbankan, serta kementerian pendidikan perlu ditingkatkan untuk memudahkan akses sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan keterampilan terhadap KUR.

Penutup

Salah satu upaya pemerintah untuk pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah adalah menetapkan program Kredit Usaha Rakyat. Sebagai program nasional dengan jumlah dana trilyunan untuk disalurkan, program KUR menghadapi tantangan dalam penyalurannya ke masyarakat terutama terkait tidak meratanya kredit ke daerah. Karya tulis ini bertujuan mengkaji lebih lanjut bagaimana meningkatkan akses masyarakat terhadap KUR.

Karya tulis ini membahas masalah peningkatan akses masyarakat terhadap KUR  melalui peningkatan sarana kredit berupa penambahan kantor cabang perbankan hingga menjangkau pelosok negeri serta perbaikan kualitas dan kuantitas petugas marketing.  Disini juga dibutuhkan kerja keras Bank Pembangunan Daerah di propinsi-propinsi luar Jawa dalam menyalurkan KUR.

Peran aktif pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi potensi pengusahalokal yang prospektif untuk dikembangkan, serta dilanjutkan dengan program pendampingan parapelaku usaha sejakdari proses pengenalan program kredit, pengajuan, hingga pencairan dana. Peran instansi-instansi pemerintah pusat dibawah koordinasi Menko Perekonomian juga diperlukan untuk menyusun kebijakan, program, dan melakukan pengawasan program KUR di tingkat nasional.

Peningkatan akses masyarakat terhadapKUR dapat dilakukan secara lebih efektif kepada kelompok-kelompok masyarakat yang  yang memiliki potensi wirausaha yaitu lulusan Sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan keterampilan. Para siswa  membutuhkan modal usaha setelah selesai menempuh pendidikan. Untuk memudahkan akses sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan keterampilan terhadap KUR perlu peran aktif dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, pemerintah daerah, perbankan, serta kementerian pendidikan.

Daftar Pustaka

BP, Indra  (2012) “2013 Wirausaha Indonesia Tembus 2,5%”. Diakses tanggal 24 Juli 2013.

              <https://www.imq21.com/news/read/87631/20120903/163222/2013-Wirausaha-Indonesia-Tembus-2-5-.html>

Desk Informasi(2012) “Sinergi KUR & Gerbang Serasan Pacu Usaha Kecil di Muara Enim” Diakses tanggal 30 Juli 2013 <https://setkab.go.id/artikel-5351-sinergi-kur-gerbang-serasan-pacu-usaha-kecil-di-muara-enim.html>

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2012) “Program Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia”.  Laporan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pada Sidang Kabinet Paripurna. 18 Januari 2012. Jakarta.

Komite Kredit Usaha Rakyat (2013) “ Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode November 2007-Mei 2013” Diakses tanggal 31 Juli 2013. https://www.komite-kur.com/article-84-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-november-2007-mei-2013.asp

Komite Kredit Usaha Rakyat (2012a) “Maksud dan Tujuan”. Diakses tanggal 26 Juli 2013. <https://komite-kur.com/maksud_tujuan.asp>

Komite Kredit Usaha Rakyat (2012b)   “Komite Kebijakan”. Diakses tanggal 27 Juli 2013 <https://komite-kur.com/komite_kebijakan.asp>

Komite Kredit Usaha Rakyat (2013)  “Bank Pelaksana KUR”. Diakses tanggal 28 Juli 2013 <https://komite-kur.com/index.php?pilih=hal&id=14>

Purna,Ibnu  (2012) “KUR Tumbuh Positif, Namun Masih Timpang”. Diakses tanggal 26 Juli 2013.

<https://setkab.go.id/artikel-5436-kur-tumbuh-positif-namun-belum-fokus.html>

Sengupta and Aubuchon (2008) “Microfinance Revolution: An Overview”, Federal  Reserve Bank of St. Louis Review, January/February 2008, 90(1), pp. 9-30.

SK dan Khotimah,Khusnul (2013)“Kabupaten Pati Penyalur KUR Terbesar di Indonesia”   Diakses tanggal 23 Juli 2013.

<https://setkab.go.id/artikel-8909-kabupaten-pati-penyalur-kur-terbesar-di-indonesia.html>

*) Essay ini pernah diikutsertakan dalam lomba Penulisan Essay 2013 Sekretariat Negara RI