Posted in Berita on Jun 05, 2024.

KETINDAN -  Antisipasi terhadap potensi krisis pangan membutuhkan strategi yang komprehensif dan adaptif. Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan adalah melalui perluasan lahan tanam menggunakan lahan rawa, pengaplikasian teknik tumpang sisip antara padi dan tanaman perkebunan, serta pompanisasi lahan kering.

Terkait krisis pangan, Presiden RI Joko Widodo memberi 3 (tiga) arahan yakni Pertama, menekankan kepada semua pihak agar ketersediaan air di daerah sentra-sentra produksi pertanian harus terpenuhi. Seperti dari penyimpanan air hujan, kemudian memenuhi danau, waduk, embung dan penyimpanan air buatan lainnya. 

Kedua, Presiden meminta untuk mengatasi kekeringan dengan melakukan percepatan musim tanan, serta memanfaatkan hujan yang masih ada saat ini dan harus dipastikan bahwa petani tetap berproduksi tetap tanan didukung dengan ketersediaan sarana produksi pertanian serta stimulus ekonomi. 

Ketiga, Presiden meminta manajeman pengelolaan stok untuk kebutuhan pokok dari Bulog dengan tetap memperhitungkan hara beli gabah bagi petani.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, dalam berbagai kesempatan menyampaikan, sektor yang paling siap membangun kehidupan Indonesia yang lebih baik besok maupun yang akan datang adalah pertanian dan SDM menjadi tulang punggung penggerak pembangunannya.

"Krisis pangan sama dengan krisis keamanan dan politik. Pangan adalah senjata kita, dan kita harus menekan impor bahkan harus bisa menyetop impor, kita harus ekspor," ujar Mentan Amran.

“SDM Pertanian mulai dari penyuluh hingga para petani harus bergerak cepat mengambil bagian menjaga ketahanan pangan,” sambungnya.

Dalam hal ini, selain mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana, Kementerian Pertanian juga terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas  SDM pertanian melalui pendayagunaan tenaga ahli serta pelatihan. 

Langkah inilah yang selanjutnya diwujudkan melalui penyelenggaraan Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh Volume 10 Tahun 2024 bagi Petani, Penyuluh Pertanian dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan tema “Gerakan Antisipasi Darurat Pangan Nasional” yang digelar oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP).

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi saat membuka pelatihan ini mengatakan, kondisi pangan global saat ini tidak biasa-biasa aja. Sekitar 900 juta penduduk dunia dari 60 negara mengalami krisis pangan.

"Di Indonesia, tahun 2022 produksi pangan kita masih di angka 31,5 jutan ton beras, namun berdasarkan hasil survei BPS, di tahun 2023 produksi pangan kita turun signifikan 30,2 juta ton beras. Komsumsi beras dalam negeri setiap bulannya 2,6 juta ton, sehingga dalam setahun konsumsi beras di Indonesia sebesar 31,2 juta ton beras. Kebutuhan beras kita setiap tahun semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Penduduk di Indonesia sekitar 4% (400 ribu orang) bertambah setiap tahun," kata Dedi di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Malang, Rabu (5/6).

Ia melanjutkan, saat ini Indonesia masih defisit 1 juta ton beras, cadangan beras pemerintah (CBP) 2,5 juta ton, sehingga kurang lebih 3,5 juta ton beras diperlukan setiap tahun. Itu setara dengan 7 juta ton gabah kering giling (GKG).
Penyebab krisis pangan antara lain dampak dari covid-19, climate change, perang Rusia dan Ukraina. Maka dari itu para Eksportir beras di dunia seperti India, Vietnam dan Myanmar tidak menjual berasnya karena khawatir krisis pangan akan terus berlanjut.

“Krisis multi dimensi dari krisis pangan akan berlanjut ke krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi, kemudian menjadi krisis sosial dan akan berlanjut terjadi krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Sehingga ketahan nasional harus dimulai dengan ketahanan pangan.

Oleh karena itu, sambung Dedi, mau tidak mau, suka tidak suka Indonesia harus memenuhi kebutuhan beras sendiri alias swasembada. Caranya, pertama, meningkatkan produksi beras dengan peningkatan produktivitas.

“Kita tingkatkan produktivitas dengan meningkatkan luas tanam, meningkatkan Indeks Pertanaman (IP)di lahan rawa dan lahan tadah hujan agar produksi beras kembali melimpah,” sambung Dedi.

Kedua, meningkatkan areal tanam. Peningkatan areal tanam ini dinilai lebih cepat dan mudah dibandingkan peningkatan produktivitas.

"Kita harus meningkatkan areal tanam. Kalau kita tingkatkan areal tanam berarti kita tingkatkan areal panen, kalau kita tingkatkan areal panen berarti kita tingkatkan produktivitas padi dan gabah kita," ujar Dedi.

Menurutnya, sudah lebih dari 10 tahun produktivitas padi nasional hanya di angka 5,2 ton per hektare. Sehingga, Kementan saat ini terus menggerakkan perluasan areal tanam melalui peningkatan IP. 

“Ketiga, optimasi lahan rawa, ada sekitar 1 juta ha lahan rawa yang bisa dioptimasikan di seluruh Indonesia”.tambahnya.

Menurut Dedi, tanam padi itu bukan tanam di air, tetapi digenangi dengan tujuan untuk mendapatkan struktur tanah lumpur, sehingga padi mudah untuk tumbuh.

"Keempat, lahan tadah hujan kita 3-4 juta hektare baru tanam satu kali dalam satu tahun karena apa, irigasinya hanya mengandalkan hujan, maka dilakukan pompanisasi di lahan tadah hujan" sambungnya.

Kelima, sistem tumpang sisip padi gogo di lahan-lahan perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit, yang mulanya IP 0 akan menjadi IP 1. Selain itu terobosan Menteri Pertanian yaitu meningkatkan subsidi pupuk dari 4,7 juta ton pupuk menjadi 9,55 juta ton.

Menurut Dedi, segala sumber daya dan dukungan perlu difokuskan dalam peningkatan produksi pada musim tanam yang sedang berlangsung maupun yang akan datang.

“Dukungan sarana dan prasarana ditujukan pada proses hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan. Pada setiap proses ini, upaya peningkatan kapasitas SDM juga terus dilakukan,” kata dia.

Kegiatan PSPP digelar selama tiga hari, mulai tanggal 5-7 Juni 2024 secara luring di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan dan daring serentak di UPT Pelatihan Pertanian, Kantor Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Kantor Koramil di seluruh Indonesia.

Peserta pelatihan sebanyak 1.800.000 orang yang terdiri dari 24.607 penyuluh pertanian PNS, 12.480 penyuluh pertanian PPPK, 1.385 penyuluh pertanian THL Pusat, 8.775 penyuluh pertanian THL Daerah, 72.875, dan 1.679.878 petani.