Salah satu kementerian yang tak lepas dari kewajiban pertanggungjawaban keuangan adalah Kementerian Pertanian. Kementerian ini berperan penting dalam mengawal sektor pertanian negara yang memberikan kontribusi bagi penyediaan pangan dan bahan baku industri, penyediaan lapangan kerja, peningkatan produk domestik bruto dan devisa bagi negara. Untuk menjalankan tugasnya, Kementerian Pertanian menerima dana anggaran pembangunan negara. Pada akhir tahun periode berjalan, kementerian pengguna dana anggaran pembangunan berkewajiban menyajikan laporan keuangan sebagai wujud pertanggung jawaban kepada rakyat.
Salah satuUnit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pertanian yang bergerak dalam peningkatan mutu sumber daya manusia adalah Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP). Dengan fokus utama pada pengembangan manajemen, kepemimpinan, dan administrasi, dan kemampuan tertentu bagi petugas, petani, maupun pengusaha agribisnis. Dalam pelaksanaan tugasnya, unit pelaksana teknis ini didanai oleh anggaran pembangunan, sehingga tidak lepas dari kewajiban untuk menyusun laporan keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran.
Terkait dengan bidang pelaporan keuangan, pemerintah Indonesia mengalami perubahan fundamental dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diawali pada tahun 1999 dengan adanya otonomi daerah, diikuti dengan lahirnya paket tiga undang-undang keuangan negara yaitu Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sebagai pelengkap ditetapkan juga Undang- Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara (Nazir, 2009).Perjalanan waktu mencatat dari penetapan ketiga dasar hukum ini tonggak reformasi pengelolaan keuangan negara mulai dijalankan. Perubahan tersebut ternyata menuntut penyiapan infrastruktur sistem administrasi yang digunakan untuk menjalankan regulasi baru tersebut dan bagaimana menyiapkan aparat yang berkualitas untuk menjalankannya.
Penyajian laporan yang tepat terkait erat dengan keterpaduan data asal. Mengelola dana anggaran pemerintah tentu bukan masalah mudah. Untuk menjalankan kerja, satuan kerja (instansi) penerima anggaran seperti PPMKP setiap harinya melakukan puluhan transaksi. Pengeluaran dana kegiatan per harinya dapat mencapai jutaan rupiah dengan puluhan lembar bukti bayar. Di samping itu terdapat kondisi-kondisi yang turut mempengaruhi laporan keuangan seperti perubahan anggaran sesuai dengan kebutuhan, perubahan gaji pegawai, serta pencatatan Barang Milik Negara. Keadaan ini memungkinkan adanya kesalahan laporan akibat data yang tidak terpadu, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dipertanyakan tingkat akurasinya. Terlebih lagi input pada aplikasi-aplikasi pengelolaan terkait dilakukan oleh operator yang berbeda-beda.
Sementara itu, pada sistem aplikasi yang berlaku saat ini, menuntut duplikasi ulang entry data. Artinya proses input data awal yang sama pada sebuah aplikasi dilakukan kembali pada aplikasi yang lain, contohnya data pagu yang harus diinput manual pada tiga aplikasi berbeda yaitu aplikasi SPM (Surat Permintaan Membayar), aplikasi SAKPA (Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran), serta aplikasi RKAKL (Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga). Data pencairan dana dari formulir Surat Perintah Membayar juga dilakukan input manual pada aplikasi SPM dan aplikasi SAKPA. Duplikasi input data semacam ini memicu inefisiensi kerja serta menurunkan level akurasi karena perbedaan input antar operator. Kesulitan ini tidak hanya dialami PPMKP, tetapi juga dirasakan oleh satuan kerja pengguna dana APBN yang lain. Lalu bagaimana mengatasi masalah keterpaduan data di level satuan kerja pengguna anggaran?
Sebagai pengelola perbendaharaan negara, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara secara bertahap mengembangkan sistem pelaporan keuangan negara. Aplikasi yang dipakai untuk mengelola pelaporan keuangan saat ini adalah Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang telah dirintis sekitar tahun 2005. Tetapi SAI belum terintegrasi dengan sistem pengelolaan keuangan yang lain yaitu penganggaran, penggajian, dan pengelolaan barang milik negara. Tahun 2012 dikembangkan sistem baru untuk mengakomodir kekurangan dari sistem keuangan sebelumnya, yaitu SAKTI dan SPAN.
Sistem Akuntansi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) dirancang untuk diterapkan di tingkat satuan kerja yang mengintegrasikan aplikasi perencanaan dan penganggaran (Aplikasi DIPA, RKA-KL), aplikasi pelaksanaan (Aplikasi SPM, Gaji, Peran), dan aplikasi pelaporan (Aplikasi SAK, SIMAKBMN, dan Persediaan). Perbedaan utama dari aplikasi lama adalah integrasi database keuangan satuan kerja untukmengurangi duplikasi data base agar menghasilkan laporan yang akurat.
Bagi satuan kerja seperti PPMKP, aplikasi baru yang diluncurkan Dirjen Perbendaharaan ini diharapkan akan mampu meminimalisir kesalahan input data karena data-data primer seperti pagu, SPM, gaji dan daftar asset hanya perlu di input sekali dan terverifikasi (sebelumnya dilakukan saling cek data dengan pihak KPPN). Aplikasi baru SAKTI akan melibatkan tiga sub bagian yaitu sub bagian program dan kerja sama sebagai operator aplikasi penganggaran; sub bagian keuangan sebagai operator SAI; dan sub bagian perlengkapan sebagai operator SIMAK BMN. Kesalahan input dalam versi sistem pelaporan yang lama rentan terjadi terutama saat ada revisi anggaran atau pembukuan asset. Perubahan dari sistem lama yaitu Sistem Akuntansi Instansi kepada Sistem Akuntansi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) bisa dilakukan mulai tahun 2014 tergantung pada kesiapan Kantor Perbendaharaan Negara di wilayah masing-masing.
SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara), sebagai ‘pasangan’ SAKTI, dirancang untuk diterapkan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara diseluruh Indonesia. Dengan SPAN, seluruh penerimaan dan pengeluaran dapat tercatat dan terekonsiliasi dengan cepat sehingga dapat meningkatkan keamanan terhadap aliran dana yang terdapat pada rekening dalam kelolaan perbendaharaan negara.
Penerapan SAKTI dan SPAN dirancang untuk menjawab masalah integrasi data keuangan satuan kerja. Pada awal penerapannya di tahun 2014 ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang umumnya karena faktor operator SAKTI maupun SPAN yang belum terbiasa. Ke depan kita harapkan aplikasi baru tersebut dapat diandalkan untuk mengelola keuangan negara.
Daftar Pustaka Tim Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah, 2012. Sistim Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Modul Pelatihan Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah. Kementrian Keuangan RI. Jakarta Zamachsari., Faried, 2013. Skenario Implementasi Aplikasi Sakti Pada Tengah Tahun. https://www.span.depkeu.go.id/content/skenario-implementasi-aplikasi-sakti-pada-tengah-tahun Nazier., Daeng, 2009. Kesiapan SDM Pemerintah menuju Tata Kelola Keuangan Negara yang Akuntable dan Transparan. Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta.