Posted in Berita on Nov 25, 2015.

Hari Guru Nasional diperingati tiap tanggal 25 November. Tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Hari guru dilatarbelakangi oleh lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Organisasi ini terbentuk setelah para guru yang berasal dari berbagai organisasi guru di tanah air melaksanakan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta.

Semangat nasionalisme yang begitu kuat mendorong para guru sepakat untuk bersatu membentuk wadah bersama untuk memperjuangkan pendidikan di tanah air. Para guru yang berasal dari berbagai organisasi guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, kedaerahan, politik, agama dan suku sepakat untuk melebur dalam organisasi baru yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Pada kongres tersebut, selain berhasil membentuk PGRI, dirumuskan pula tiga tujuan PGRI yaitu:

1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. 2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan. 3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Momentum lahirnya PGRI yang kemudian diperingati sebagai Hari Guru Nasional merupakan bagian dari sejarah panjang perjuangan guru di tanah air. Di masa penjajahan Belanda para guru telah membentuk organisasi perjuangan keguruan. Pada tahun 1912 berdiri Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang beranggotakan para guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah.

Sejalan dengan itu, di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB); di samping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelke Onderwys Vereneging (COV), Katoileke Ondenvijsbond (KGB), Vereneging Van Muloieerkrachten (WM), dan Nederlands Indische Ondenvjs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong guru-guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah kepala sekolah untuk kaum Bumiputera atau Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak sampai pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.

Perjuangan guru tidak lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak "merdeka". Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).

Perubahan mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Di era penjajahan Jepang, segala jenis perhimpunan dan perserikatan dilarang, termasuk PGI. Penggunaan Bahasa Belanda dan Inggris dilarang, sekolah-sekolah ditutup dan diganti pendidikan dasar dengan pelajaran bahasa Jepang dan penggunaan huruf Kanji. Bahasa Indonesia hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar.

Namun, semangat kebangsaan para guru tak pernah pudar. Terbukti hanya seratus hari sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, dan di tengah hiruk pikuk perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan, para guru berhasil mengadakan kongres yang melahirkan PGRI.

Salamat Hari Guru Nasional! Teruslah berkarya! Engkaulah Pahlawanku, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.