Posted in Berita on Jul 25, 2015.

Kabupaten Tanah Datar, sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, sejak dahulu dikenal sebagai daerah wisata. Keindahan alam, kekayaan seni dan budaya serta sejarah yang mengakar menjadi ciri khas kabupaten yang berpusat di Kota Batusangkar ini.

Kabupaten yang terletak di kaki Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan Gunung Sago ini juga menyimpan potensi pertanian yang luar biasa. Selain tanahnya subur, wilayah Tanah Datar juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan iklim yang sangat cocok untuk pengembangan usaha pertanian. Di samping itu, kabupaten yang memiliki 14 kecamatan ini memiliki jaringan irigasi terluas di Provinsi Sumatera Barat, tercatat tidak kurang dari 7.633 hektar sawah yang sudah teraliri air dari jaringan irigasi sederhana.

Potensi ini mendorong Kementerian Pertanian menjadikan Kabupaten Tanah Datar sebagai salah satu daerah pelaksana Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai atau yang lebih dikenal dengan istilah Upsus Pajale. Upsus digelar dengan melaksanakan program perbaikan jaringan irigasi, optimalisasi lahan, pengembangan System of Rice Intensification (SRI), dan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) padi, jagung dan kedelai. Ada pula program Penyediaan Bantuan Benih, Pupuk, Alat dan Mesin Pertanian, program Pengendalian OPT dan Dampak Perubahan Iklim, program Asuransi Pertanian, serta Program Pengawalan dan Pendampingan.

Sejak Upsus Pajale digulirkan, usaha pertanian di Tanah Datar kian terasa geliatnya. Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tanah Datar, Nelita Yelda mengungkapkan target tanam komoditas padi periode Oktober-Maret 2014/2015 seluas 24.400 hektar. Untuk periode April-September ditargetkan seluas 9.918 hektar. “Realisasi panen Bulan Januari sampai dengan minggu ketiga April 2015 mencapai 108,61 persen dari sasaran yang telah ditetapkan,” papar Nelita pada rapat koordinasi pertengahan Juni lalu.

Dalam rapat yang dihadiri tim monitoring Upsus dari Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) itu, Nelita mengungkapkan kegiatan Upsus yang telah dilaksanakan di Tanah Datar meliputi optimalisasi lahan seluas 3.500 hektar dan kegiatan pengembangan SRI di lahan yang luasnya mencapai 1.000 hektar. Sedangkan untuk peningkatan komoditas jagung, lanjut Nelita, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tanah Datar menetapkan sasaran tanamnya seluas 5.276 hektar. Sedangkan GP-PTT jagung ditargetkan bisa dilaksanakan di lahan seluas 500 hektar. “Saat ini telah terealisasi 83,6 persen dari target,” jelasnya.

Pengembangan Jaringan Irigasi

Pelaksanaan kontruksi pengembangan jaringan irigasi di lokasi Upsus dilakukan secara swakelola oleh 68 Kelompok Tani didampingi tenaga Penyuluh Pertanian, dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI AD. Menurut Nelita, hingga awal Juni realisasinya sudah mencapai 97 persen sehingga dapat mengairi 1.842 hektar lahan dari target 2000 hektar yang tersebar di 13 Kecamatan. Untuk selanjutnya pemeliharaan jaringan irigasi tersier tersebut menjadi tanggung jawab petani melalui kelembagaan P3A (Persatuan Petani Pemakai Air).

“Hal ini sangat membantu untuk mengantisipasi kekeringan di Kabupaten Tanah Datar. Sehingga dampak kemarau hanya mengekibatkan berkurangnya debit air irigasi, walaupun ada di salah satu kecamatan yang terancam puso karena ada saluran irigasi yang rusak akibat longsor,” papar Nelita.

Memang untuk mengantisipasi kekeringan, Kabupaten Tanah Datar telah mendapat bantuan empat unit pompa air, namun penggunaanya masih belum optimal. Menurut Nelita pompa air bantuan dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian itu itu sulit untuk di bawa ke daerah yang mengalami kekeringan. “Pompa berikut gensetnya terlalu besar dan tidak ada untuk rumahnya,” ucapnya.

Meski demikian, dengan adanya perbaikan dan pengembangan jaringan irigasi, Nelita masalah pengairan untuk lahan pertanian sudah bisa diselesaikan. Ia yakin bisa mencapai target swasembada dan kemandirian pangan di tahun 2017 seperti yang telah dicanangkan pemerintah, apalagi 75 persen wilayah Tanah Datar merupakan lahan pertanian dengan Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas tanaman terus meningkat.

Optimalisasi Lahan

Peningkatan IP dan produktivitas tanaman tak lepas dari kegigihan dari 19 Kelompok Tani yang melakukan optimalisasi lahan yang tersebar di sembilan kecamatan. Kesembilan kecamatan itu adalah Batipuh Selatan, Pariangan, Lima Kaum, Rambatan, Padang Ganting, Lintau Buo, Sungayang, Sungai Tarab dan Salimpaung.

Salah satu kegiatan untuk meningkatkan produktivitas padi yang dilakukan para anggota kelompok tani adalah penerapan sistem tanam jajar legowo. Awalnya sistem tandur yang menyisakan banyak ruang kosong ini ditolak petani. Koordinator Penyuluh Pertanian Tanah Datar, Rumsyah mengakui petani enggan menerapkan sistem tanam jajar legowo karena lebih rumit, memerlukan waktu yang lebih lama dan biayanya lebih besar. “Mereka belum yakin produktivitas sistem jajar legowo lebih tinggi dibanding dengan sistem tegel yang biasa dilakukan,” jelasnya.

Tak heran jika petani yang mengadopsi sistem tanam jajar legowo baru mencapai 35 persen. Meski demikian, upaya untuk memasyarakatkan sistem tanam jajar legowo tak jadi surut. Para penyuluh dan anggota kelompok tani bekerja sama dengan Babinsa membuat demplot budidaya padi dengan sistem tanam jajar legowo.

Keterlibatan Babinsa dalam Upsus diakui Rumsyah sangat membantu pelaksanaan kegiatan. Adanya pengawalan dan pendampingan dari Babinsa menambah motivasi para anggota kelompok tani dan penyuluh untuk terus mengajak masyarakat mengadopsi sistem tanam jajar legowo. Hasilnya, tidak mengecewakan. Sebagian besar petani di Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian (WKBPP) Sungai Kerab, akhirnya menerapkan pola tanam jajar legowo.

“Awalnya kelompok tani binaan dibawa mengunjungi demplot yang berlokasi di lahan BP3K Sungai Kerab. Kemudian kelompok mencoba dan ternyata hasilnya cukup memuaskan. Dari sini lah kemudian informasi sistem “legowo” tersebar dari petani ke petani,” ungkap Dona, Penyuluh Pertanian di B3K Sungai Kerab.

Pengawalan Babinsa

Keterlibatan Babinsa dalam Upsus Pajale mengacu pada nota kesepahaman antara Menteri Pertanian dengan Panglima TNI bernomor 03/MoU/310/M/4/2012 dan nomor NK/9/IV/2012 tentang Program Pembangunan Pertanian dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Kesepahaman ini kemudian ditindaklanjuti dengan Kesepakatan Kerja Sama (KKS) Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian dengan Aster Kepala Staf Angkatan Darat nomor 41/RC.210/B.1/01/2014 dan nomor KERMA/5/I/2014 tentang Program Kerja Sama dalam Mendukung Peningkatan Ketahanan Pangan.

Di Tanah Datar, sebelum para Babinsa diterjunkan mengawal pelaksanaan Upsus, mereka dilatih lebih dahulu di Balai Diklat Pertanian Padang. Para bintara ini mendapat pelatihan teknis budidaya padi, jagung dan kedelai dari para ahli pertanian yang khusus dikontrak oleh Korem 032 Wirabraja.

Selanjutnya, para prajurit TNI AD ini membuat demplot padi dan jagung di kelompok tani desa binaannya dengan didampingi pihak ahli pertanian dan penyuluh. Dari demplot itulah para Babinsa, penyuluh pertanian dan anggota kelompok tani meyakinkan masyarakat untuk turut menyukseskan Upsus Pajale.

Tidak hanya urusan demplot, para Babinsa juga bertugas mengawal pelaksanaan perbaikan jaringan irigasi, serta penyaluran benih dan pupuk bersubsidi ke masyarakat. Dan yang tak kalah penting, para Babinsa ini juga bertugas mengawal pelaporan pelaksanaan di tingkat lapangan agar pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pendampingan

Untuk urusan pendampingan, selain Babinsa, Penyuluh Pertanian dan Mahasiswa Pendamping juga turut ambil bagian. Ada 15 mahasiswa dan alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas yang diterjunkan di Tanah Datar. Secara teknis mahasiswa dan penyuluh pertanian bertugas memberikan pendampingan teknis kepada petani mengenai penerapan teknologi pertanian, penggunaan alat dan mesin pertanian, pemupukan secara berimbang, hingga penanganan serangan OPT. Para Mahasiswa Pendamping dan Penyuluh juga terlibat dalam perbaikan jaringan irigasi.

Selain urusan penyuluhan dan bimbingan kepada petani yang dilakukan secara intensif, para mahasiswa pendamping, penyuluh dan babinsa berkoordinasi dalam pertemuan yang dilakukan tiap pekan. Pertemuannya dilaksanakan di Kantor Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) untuk membahas perkembangan kegiatan upsus di masing-masing wilayah. Data dan informasi perkembangan yang telah dibahas pada pertemuan itu kemudian dilaporkan ke kabupaten.

Kendala

Masalah keterlambatan distribusi benih bersubsidi, menurut Rumsyah masih menjadi kendala dalam pelaksanaan Upsus di Tanah Datar. Padahal, harapannya petani bisa memperoleh benih bersertifikat. Benih ini memiliki persentase daya tumbuh minimal 80 persen, kadar air 13 persen, kotoran benih maksimal 2 persen, dan tercampur varietas lain maksimal 0,5 persen.

“Jika benih bersubsidi lambat diterima sedangkan waktu tanam telah siap, petani akan menanam benih yang tersedia di mereka, dan benih yang datang terlambat kadang dikonsumsi,” ucap Rizal, Koordinator Penyuluh BP3K Sungai Kerab.

Selain itu, faktor kurangnya tenaga kerja pertanian di perdesaan masih menjadi kendala, meski penggunaan alsintan sebagai pengganti tenaga manusia terus ditingkatkan. Adanya keterlambatan pembinaan petani menjadi salah satu penyebab banyak tenaga kerja yang beralih ke sektor lain ditambah sebagian pelaksana Upsus adalah buruh tani.

Rumsyah mengakui ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan pembinaan petani, salah satunya tidak adanya kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten. “Saya sangat menyayangkan dibubarkannya kelembagaan penyuluh di Tanah Datar. Adanya kelembagaan penyuluhan ini merupakan rohnya penyuluhan, sehingga para penyuluh dapat berekspresi, berkreasi dan berkontribusi dalam penyuluhan. Di sisi lain adanya kelembagaan ini dapat lebih meningkatkan profesionalisme penyuluh. Namun demikian penyuluh di Tanah Datar masih tetap semangat untuk mensukseskan program Upsus Pajale,” papar Rumsyah.

Kendala lain yang berpotensi menghambat keberhasilan Upsus Pajale di Tanah Datar adalah serangan hama tikus. Beberapa wilayah yang menjadi tempat pelaksanaan Upsus menjadi daerah yang diserang tikus. Meski demikian, kesigapan petani dan kelompoknya, serta dampingan penyuluh dan mahasiswa serta pengawalan Babinsa serangan hewan pengerat itu tampaknya masih bisa diatasi.

Harapan

Meski dihadapkan dengan beragam masalah, namun upaya keras berbagai pihak untuk menyukseskan menerbitkan harapan besar, kemandirian pangan bisa dicapai. Demikan juga Rumsyah yang optimis swasembada padi, jagung dan kedelai bisa dicapai dalam waktu tiga tahun seperti target Kementerian Pertanian. Dan Kabupaten Tanah Datar adalah salah satu kontributor kesuksesan itu.

“Saya optimis sasaran indikator kinerja Upsus yakni peningkatan Indeks Pertanaman 0,5, meningkatnya produktivitas padi minimal 0,3 ton/hektar dan produktivitas jagung minimal 5 ton/hektar bisa tercapai,” pungkasnya.

***(Laporan Tim Monitoring Upsus PPMKP di Sumbar: Chidmat Hamdani dan Tata Sukmara; ed: mnh