BOGOR – Ketua Umum Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia (APPI) Slamet Wuryadi menyatakan, peluang beternak puyuh di Indonesia masih terbuka lebar mengingat saat ini konglomerasi belum masuk dalam wirausaha puyuh.
“Saat ini konglomerasi belum masuk dalam wirausaha puyuh, sebagian besar masih dibudidayakan oleh UKM, “ ujarnya saat kunjungan Pers BPPSDMP ke Quail Farm (SQL) yang dikelolanya di Cikembar Kabupaten Sukabumi, Selasa (16/04).
Ia mengatakan, untuk mendapatkan bibit bukanlah hal sulit . Dengan beternak puyuh bisa gajian tiap hari lantaran puyuh bertelur setiap hari. Harga telur puyuh belum pernah dijual dibawah modal. Modal Rp. 200,- harga jual Rp. 280,-/butir. Selain itu, demand sangatlah tinggi sementara suplai masih kurang sehingga hanya dalam tempo yang singkat yakni 45 hari sudah bisa mengentaskan kemiskinan.
“Dari telur puyuh dengan berat 12 gram, dalam 17 hari akan lahir anak puyuh dan 45 hari kemudian puyuh bertelur ,” jelas Pria kelahiran Jepara 8 Juli 1987.
Kata dia, permintaan saat ini 12,5 juta butir dan suplai baru di angka 3,5 juta butir berarti ada kekurangan sebanyak sembilan juta butir peeminggu untuk Jawa Barat, DKI dan provinsi Banten.
Ia menambahkan, sistem pembayaran dalam penjualannyapun selalu dibayar tunai atau cash. Menurut Slamet puyuh bertelur sampai usia 1,5 tahun dan setelah tidak produktif bertelur bisa dipotong untuk dijadikan makanan olahan seperti bakso, abon dan makanan kalengan.
Mengenai lahan yang dibutuhkan sangatlah minim demikian pula dengan waktu kerja, satu orang operator bisa mengurus 5000 ekor dengan waktu hanya 4 jam/hari. Resiko penyakit pada puyuh juga terbilang kecil, sehingga bisa menghemat biaya obat – obatan. Disinggung mengenai potensi pendapatan lain dari beternak puyuh Slamet menjelaskan limbah kotoran puyuh bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dan pakan ikan . Selain itu sekarang sudah diuji coba dimanfaatkan sebagai biogas.
“ Sudah diuji coba, sebongkah kotoran puyuh bisa menyalakan lampu 100 watt, “ katanya.(RG/PPMKP)